https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/issue/feed SEIKAT: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hukum 2024-06-20T15:45:18+00:00 Izzat Pratama, S.Si., M.Si jurnal.seikat@gmail.com Open Journal Systems <p><strong>SEIKAT: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Hukum </strong>(SJISPH) is an open access, and peer-reviewed journal, with the online registered number <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20221115161782504" target="_blank" rel="noopener"><strong>E-ISSN 2964-0962</strong></a>. Our main goal is to disseminate current and original articles from researchers and practitioners on various contemporary social, political and law issues: gender politics and identity, digital society and disruption, civil society movement, community welfare, social development, citizenship and public management, public policy innovation, international politics &amp; security, media, information &amp; literacy, politics, governance &amp; democracy, radicalism and terrorism. It includes but is not limited to various fields such as philosophy and theory of law, comparative law, sociology of law, international law, constitutional law, private law, economic law, environmental law, criminal law, administrative law, cyber law, human rights law, and agrarian law.<br />SJISPH is published every two month a year. Submissions are open year-round. Before submitting, please ensure that the manuscript is in accordance with SJISPH's <a href="https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/focus_scope">focus and scope</a>, written in Indonesian or English, and follows our <a href="https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/guidelines">author guidelines</a> &amp; <a href="https://ejournal.45mataram.ac.id/files/SEIKAT_Template.docx" target="_blank" rel="noopener">manuscript template</a>.</p> https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/article/view/1292 Pertanggungjawaban Hukum Platfrom Onlyfans Dalam Produksi dan Distribusi Konten Pornografi 2024-04-26T20:38:56+00:00 Tunjung Muning tunjungmuning430@gmail.com Abraham Ferry Rosando ferry@untag-sby.ac.id <p><em>Konsep pertanggungjawaban hukum mengacu pada tanggung jawab dan kewajiban yang diberikan kepada subjek hukum, seperti pemerintah, untuk melakukan sesuatu atau berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ini mencakup kewajiban untuk melaksanakan hak, kewajiban, dan kekuasaan, berdasarkan undang-undang yang berlaku. "Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana" adalah salah satu hal utama yang selalu terkait dengan pengaturan tindak pidana sebagai norma, prinsip, atau hukum yang menjadi subjek penelitian dalam kebijakan formulasi hukum pidana. Oleh karena itu, baik kriminalisasi maupun dekriminalisasi adalah proses penetapan suatu perbuatan sebagai tindak pidana. Dengan demikian, internet dapat digunakan sebagai sarana media yang dapat digunakan untuk menjalankan tindakan tersebut. Situs web porno yang secara terang-terangan menawarkan, memajang, dan menampilkan foto atau video pornografi tentu dapat meningkatkan hasrat remaja. Oleh karena itu, pasal 533 dapat digunakan secara keseluruhan untuk menghukum individu yang melakukan aktivitas pornografi di internet.</em></p> 2024-05-05T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Tunjung Muning, Abraham Ferry Rosando https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/article/view/1301 Legal Regulations for Children Involved in Narcotics Crimes in Indonesia 2024-05-04T21:33:28+00:00 Suryani Guntari kusbiantosh@gmail.com Kusbianto Kusbianto kusbianto@gmail.com Azmiati Zuliah kusbiantosh@gmail.com Ariman Sitompul kusbiantosh@gmail.com <p><em>Norms that protect children as perpetrators or victims, especially narcotics, are basically complete, namely the application of Law No. 35 Of 2009 On Narcotics Against Children Involved In Narcotics Crimes After The Birth Of Law No. 11 of 2012 on Child Protection. Seeing the verdict against the child offender who should be given protection, on the other hand the child protection rules strongly emphasize that children should not be reduced let alone deprived of their independence. The research method uses empirical juridical approach, the data used is secondary data and primary data. The interviewees in this study consisted of interviews with judges, investigators, child lawyers, social workers from Child Protection institutions. The data analysis used is qualitative. The provisions stipulated in law No. 35 of 2009 this of course applies in general but if involved in narcotics crime is a child then it is mandatory to use the Child Act. Before the birth of Law No. 11 of 2012 on the juvenile criminal justice system, the law used in the event law is law No. 3 year 1997 namundalam practice when the procedural law is regulated in the Narcotics Crime Act then used by investigators is the Narcotics Act while the Act No. 3 of 1997 on Juvenile Court impressed only as a companion to the law.</em></p> 2024-05-10T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Suryani Guntari, Kusbianto, Azmiati Zuliah, Ariman Sitompul https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/article/view/1309 Problematika Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing 2024-05-09T19:15:35+00:00 Dian Susantini dian.tsu@univ45sby.ac.id <p><em>Perkembangan dunia global membawa dampak berupa masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke wilayah Indonesia. Fenomena ini tidak dapat dihindari dan harus diantisipasi melalui beragam cara, salah satunya dengan menetapkan peraturan perundang-undangan untuk mengelola arus masuknya TKA dan mendayagunakannya untuk merealisasikan kepentingan negara. Salah satu peraturan yang ditetapkan pemerintah adalah Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Perpres TKA). Namun demikian, Perpres tersebut dinilai memiliki ketidaksesuaian dengan Undang-Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan (UUK). Bahkan, Perpres TKA terkesan memudahkan masuknya TKA ke Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk mengkaji mengenai berbagai problematika yang ada dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Hasil yang didapat menyatakan bahwa Terdapat empat problematika dalam Perpres No 20 Tahun 2018, yaitu:1) Isi Pasal 9 Perpres No 20 Tahun 2018 yang tidak sesuai dengan Pasal 42 dan 43 UUK, serta bertentangan dengan Pasal 7 UU PPP; 2) Isi Pasal 10 ayat 1 Perpres No 20 Tahun 2018 tidak sesuai dengan Pasal 43 ayat 3 UUK dan bertentangan dengan Pasal 7 UU PPP; 3) Pasal 13 ayat 1 dan 2 Perpres No 20 Tahun 2018 yang bertentangan dengan Pasal 42 ayat 1 dan Pasal 43 ayat 1 UUK; dan 4) Isi Pasal 22 Perpres No 20 Tahun 2018 yang bertentangan dengan konsep penggunaan TKA yang ditetapkan dalam UUK.</em></p> 2024-05-15T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Dian Susantini https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/article/view/1351 Kendala Proses Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Santet dalam KUHP Lama 2024-06-13T21:15:28+00:00 Lutfy Cahya Pratama Lutfycahya33@gmail.com Budiarsih Budiarsih Lutfycahya33@gmail.com <p><em>Dengan adanya perkembangan dalam zaman yang semakin pesan hal ini memberikan pengaruh terhadap adanya suatu perubahan didalam perkembangan kehidupan manusia, tak hanya itu didalam tindak hukum pidana yang ada di indonesia sendiri juga ikut berubah. Di indonesia sendiri pidana masih sangat berkaitan dengan adat dan juga tradisi yang ada dilingkungan sebab hal ini masih menjadi kepercayaan yang berkembang yaitu tentang kekuatan supranatural atau santet. Untuk pengertian tentang santet sendiri merupakan salah satu kegiatan atau perbuatan yang dinilai sangat terlarang dimana dalam norma kebiasaan hal ini dapat menyebabkan adanya suatu kerugian yang akan berdampak bagi orang lain sehingga dapat dikatakan bahwasannya santet tak jauh dari adanya suatu tindak pidana. Pada KUHP Lama diatur dalam Pasal 545,546,47 yang dimana terkait sistem pembuktiannya sangat sulit untuk dibuktikan karena hal ini merupakan salah satu tindakan yang berhubungan dengan supranatural sehingga tidak bersifat secara rasional, sedangkan didalam hukum perlu adanya pembuktian secara logika seiring dengan berkembangnya hal ini kemudian munculah perubahan didalam KUHP pasal 252 gang dimana hal ini digunakan untuk pencegahan agar masyarakat tidak percaya terkait hal yang berbau dengan kekuatan supranatural atau santet dikarenakan pada pasal tersebut hanya menitikberatkan pada perbuatan atau delik formil sehingga tidak perlu untuk dibuktikan.</em></p> 2024-06-19T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Lutfy Cahya Pratama, Budiarsih https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/article/view/1357 Urgensi pembentukan Virtual Police di Indonesia Ditinjau dari pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 2024-06-16T08:34:17+00:00 Yudha Andra Pamungkas andrapamungkas11@gmail.com Frans Simangunsong andrapamungkas11@gmail.com <p>Melalui Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif, Kapolri membentuk <em>Virtual Police</em> sebagai satu kesatuan. Tujuan dari unit yang tergabung dalam edukasi masyarakat diberikan melalui Unit Siber (Bareskrim) Badan Reserse Kriminal Polri. Mengenai media sosial agar tidak menyebarkan hal-hal yang melanggar hukum atau melanggar UU ITE. Pembentukan Polisi <em>Virtual</em> menimbulkan kekhawatiran terhadap prosedur yang ada, khususnya terkait hak atas kebebasan berpendapat dan tugas pemerintah untuk menjunjung tinggi jaminan hukum hak asasi manusia, salah satunya adalah kebebasan berpendapat. Hal ini sangat penting untuk memenuhi persyaratan negara demokrasi yang baik. Oleh karena itu, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan prosedur unit <em>Virtual Police</em> dalam kaitannya dengan kebebasan yang dijamin oleh Pasal 28E Ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.</p> 2024-06-23T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Yudha Andra Pamungkas, Frans Simangunsong https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/article/view/1358 Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Merek Gudang Baru dan Gudang Garam, Terkait Merek yang Memiliki Persamaan pada Pokoknya untuk Barang Sejenis 2024-06-20T15:44:44+00:00 Muhammad Firdausi Nuzula firdausinuzula289a@gmail.com <p><em>Materi pokok penelitian Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Merek Gudang Baru dan Gudang Garam, Terkait Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Untuk Barang Sejenis. Dalam dunia perdagangan, para pelaku usaha saling berlomba untuk berkreasi dan membuat barang yang diproduksinya menarik dan diminati oleh masyarakat. Dalam kasus permohonan pembatalan merek di Indonesia adalah pada kasus PT. Gudang Garam dan Perusahaan Rokok Jaya Makmur (PR Jaya Makmur), dimana PT. Gudang Garam mengajukan permohonan pembatalan merek terhadap PR. Jaya Makmur yang memproduksi rokok dengan merek Gudang Baru melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan alasan bahwa adanya dugaan itikad tidak baik dari PR. Tingkat Peninjauan Kembali, majelis hakim menolak permohonan Peninjauan Kembali yang dilakukan oleh pemilik merek Gudang Baru dan menyatakan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Surabya tetap berlaku dengan beberapa pertimbangan hukum yang tertera pada putusan Nomor 104 PK/Pid.Sus/2015. Rumusan Masalah, Analisis yuridis mengenai sengketa merek dagang GUDANG BARU dan GUDANG GARAM terkait merek yang memiliki persamaan pada pokoknya untuk barang sejenis. Penelitian secara yuridis normatif, Metode menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif. Pembahasan mencakup proses penyelesaian sengketa dan Analisis Putusan Hakim Terhadap Permasalahan Antara Gudang Garam dan Gudang Baru.</em></p> 2024-06-26T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Muhammad Firdausi Nuzula https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/seikat/article/view/1359 Pengaturan Kedudukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di dalam Sistem Hukum Tata Negara Indonesia 2024-06-20T15:45:18+00:00 Bayu Kurnia Nazarrudin Qolyubby qolyuby0987@gmail.com Syofyan Hadi qolyuby0987@gmail.com <p><em>Seiring perkembangannya, dalam lembaga Mahkamah Konstitusi banyak terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Maka untuk Memantau dan menjamin bahwa perilaku para hakim MK berada lingkup/atau batas-batas yang ditetapkan untuk menjaga dan memperkuat martabat serta standar perilaku mereka. Pengawasan persoalan terhadap hakim konstitusi sebelumnya diatur dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 yang dimana dijelaskan bahwa fungsinya ialah Memantau perilaku hakim untuk memastikan kepatuhan terhadap standar kehormatan dan martabat serta menjaga integritas hakim merupakan wewenang KY. Namun dalam perkembangannya menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, menyatakan bahwa wewenang dari KY terkait pengawasan terhadap hakim konstitusi akan dianggap mengganggu konstitusional lembaga Negara, dan dinyatakan telah bertentangan dengan UUD 1945. Pada akhirnya, hakim Konstitusi tidak lagi tunduk pada pengawasan eksternal dan hanya subjek terhadap pengawasan internal yang dilakukan oleh MKMK . Hal ini diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2020 yang mengubah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta PMK Nomor 1 Tahun 2023 mengenai MKMK yang mengaturnya lebih lanjut.</em></p> 2024-06-26T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Bayu Kurnia Nazarrudin Qolyubby, Syofyan Hadi